Selamat Datang di Website Resmi Pengadilan Agama Arga Makmur Kelas 1B   Click to listen highlighted text! Selamat Datang di Website Resmi Pengadilan Agama Arga Makmur Kelas 1B Powered By GSpeech

Arsip Artikel

ARSIP ARTIKEL

Selengkapnya Klik DISINI

 

 Selayang Pandang “Sang Jurusita”

 Oleh Sri Duta

           WhatsApp Image 2021 03 31 at 13.10.02

Peran Jurusita di Pengadilan amat penting, selain Hakim, Panitera dan Sekretaris. Pejabat ini banyak ditemui bertugas di lapangan, yang merupakan tenaga Fungsional diangkat atas usul dari Ketua Pengadilan. Jurusita atau Jurusita Pengganti bertanggung jawab dan berkoordinasi pada Panitera.

Sejak zaman Hindia Belanda, Jurusita yang dikenal dalam istilah deurwaarder merupaka bagian dari funsi Kepaniteraan untuk menjamin proses administrasi perkara yang mengawal perkara hingga eksekusi Putusan. Maka lazimnya dalam praktik selalu ada pada garda terdepan atau juga disebut ujung tombak dari Pengadilan.

Tugas pokok Jurusita atau Jurusita Pengganti adalah melaksanakan pemanggilan kepada pihak-pihak yang berperkara, Jabatan Jurusita yang diangkat berdasar Undang undang No. 49 tahun 2009 yang harus bisa mengatur jadual penyampaian pemanggilan dengan jeda waktu panggilan yang dituangkan dalam Berita Acara panggilan / relaas secara resmi dan patut. Disamping itu harus tahu dan lihai tentang jaringan yang menjadi lintas tugas penghubung pada Perangkat Desa, Lurah, Rt / Rw setempat dan Media massa.

Kemudian apabila perkara dijatuhkan Putusan oleh Majelis Hakim, maka Jurusita bertugas memberitahukan isi Putusan kepada pihak-pihak dan setelah 14 (empat belas) hari setelah Putusan yang di jatuhkan diberitahukan (inkracht van gewijsde). Bila ada yang harus melaksanakan Sita (beslag) maka menyiapkan tugas Sita terhadap objek yang akan disita. Bila sebelum jatuh Putusan yang sedianya dilaksanakan Sita yaitu Sita Jaminan, sesuai SEMA RI No.5/1975 tanggal 9 Desember 1975, namun pelaksanaan Sita sesudah Putusan adalah Sita Eksekusi.

Adapun Syarat menjadi Jurusita di institusi Peradilan :

  1. Warga Negara Indonesia
  2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  3. Setia pada Pancasilan dan UUD 1945
  4. Sehat Jasmani dan Rohani
  5. Berijazah pendidikan Menengah
  6. Berpengalaman sebagai Jurusita Pengganti minimal 3 tahun.

Namun seiring dengan Dinamika zaman, maka Jurusita bergelar Sarjana utamanya Sarjana Hukum.

 WhatsApp Image 2021 03 31 at 13.10.02 2

Era Dinamika pada managemen Media tentunya tidak akan diam dan statis seiring berjalannya waktu, sehingga pada Satuan Kerja di setiap Pemerintahan Desa, tidak seperti pada era-era terdahulu yaitu replikasi disejajarkan dengan era digitalisasi, apalagi di Pengadilan Agama Mojokerto yang telah memiliki MOU dengan Satuan Kerja  antar lintas Sektoral, untuk itu amat urgen dari aplikasi identitas diri ini, telah diaktualisasikan dengan jajaran Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat pada tanggal 26 Maret 2021, sehingga akan ada manfaat dari Nomor Induk Kependudukan tersebut (maksudnya NIK tidak akan ada yang kembar atau ganda dan miris tidak salah dan akan terhindar dari penentuan letak keberadaan / tempat tinggal seseorang) hal ini akan dapat sesuai bila data dari instrumen kendali perkara disertakan dari masing-masing pihak, dengan sendirinya akan terukur dan tepat pada sasaran yang dimaksud.

Disamping dihadapkan pada pelbagai tugas-tugas, baik ringan atau tugas berat maka akan ada konsekuensi dan kompensasi dibalik itu semua, sehingga pada Lingkungan Peradilan ditetapkan tunjangan atau Kesejahteraan sesuai Peraturan Presiden No. 25 tahun 2007 dengan mendapatkan “remunerasi” setiap bulan, agar terhindar dari perbuatan Pelanggaran sebagai seorang Pejabat yang selalu dihadapkan pada macam-macam godaan terutama uang dan kekuasaan. Lebih tepatnya dibatasi pada Kode Etik agar terwujud Peradilan yang Mandiri sesuai Ketentuan Peraturan Perundang undangan yang berlaku dibawah naungan Organisasi IPASPI (Ikatan Panitera Sekretaris Pengadilan Indonesia).

Saran-saran  :

Agar para penegak Hukum di Indonesia memperhatikan baik-baik, betapa penting suatu identitas, karena sampai saat ini sudah ada aturan jelas namun masih belum maksimal karena terkadang ada keterangan NIK. itu terbit secara ganda. Demi kepentingan dan rasa Keadilan masyarakat Pengadilan Agama (Hakim) ketika menyelesaikan perkara harus dapat mempertimbangkan sesuai azas Hukum  yakni cepat, sederhana dan biaya ringan.

Kesimpulan  :

Bahwa dalam Hukum Positif Indonesia, tidak boleh diabaikan bahkan terlupakan, dan ini akan menjadi persoalan besar yang harus diselesaikan, karena kelalaian pada identitas akan mengakibatkan kerugian / ancaman pada proses Hukumnya, demi kepentingan keadilan masyarakat, jalan baiknya yang ditempuh adalah segera menyelesaikan perkara dengan memperhitungkan antara hak dan kewajiban pihak-pihak agar masalah berada pada kondisi yang dapat didengar secara arif bijaksana.

 

Restoratif justice, diversi dan Diyat

Oleh: Bakhtiar*

Relasi hukum dan masyarakat adalah fenomena dan teori “mapan” didalam kajian hukum, tetapi dalam beberapa dekade (bahkan sampai saat ini), tidak sedikit para pengkaji hukum sangat terbosesi dengan gagasan social engineering, yaitu hukum sebagai alat kontrol, hukum adalah aturan yang canggih untuk menekan individu agar mengerjakan tugasnya sebagai bagian dari masyarakat yang beradab dan mencegah individu agar tidak melakukan tindakan yang anti-sosial. menurut Ratno Lukito “Prinsip ini telah diterapkan secara konsisten oleh negara-bangsa modern dalam usaha mereka menciptakan hukum nasional, dan bahkan dengan sistem hukum modern ini hampir seluruh negara telah berhasil membentuk masyarakatnya.”[1]

Didalam perkembangannya fenomena antusiasme yang berlebihan terhadap hukum sebagai mesin rekayasa sosial, akhirnya mengalami pergeseran kedalam perspektif lain yang menganggap hukum dan masyarakat saling membentuk. Ini artinya hukum bukan sesuatu yang independen yang lepas dari variabel-variabel lainnya, hukum tidak bisa lepas dari pengaruh norma-norma lain yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Dalam konteks masyarakat Indonesia, norma-norma tersebut merupakan identitas didalam masyarakat ber-adat dan masyarakat ber-agama.


*Ketua Mahkamah Syra’iyah Singkil

[1]Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler: studi tentang konflik dan resolusi dalam sistem hukum Indonesia (Ciputat: Pustaka Alvabet, 2008) hal. 2

 

TOTALITAS PENGABDIAN DIRJEN BADILAG

oleh: Faiz Amrizal Satria Dharma, S.H., M.H.

(Hakim Pengadilan Agama Manokwari)

This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

“Perubahan zaman semakin dinamis, tantangan yang dihadapi Peradilan Agama semakin besar, namun itu bukan halangan untuk memberikan pelayanan hukum yang terbaik kepada para pencari keadilan, mari berlari merespons modernisasi”. Dr. Drs. H. Aco Nur, S.H., M.H.

Siapa yang tidak mengenal Dr. Drs. H. Aco Nur, S.H., M.H.? Kiprah dan kontribusi beliau untuk Mahkamah Agung tidak perlu diragukan lagi. Pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mulai menjabat sebagai Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Dirjen Badilag) sejak bulan Juni 2018 ini, selain melanjutkan tugas dari pendahulunya, juga secara konsisten merubah sistem, tata kelola, dan kinerja Badilag. Bagi saya pribadi yang memulai karir sebagai CPNS / Calon Hakim di Mahkamah Agung RI pada tahun 2017 silam, kehadiran sosok Dirjen Badilag yang satu ini merupakan katalisator perubahan, pelecut semangat dan motivasi untuk mengabdikan diri. Bagaimana tidak, selain memberikan bekal ilmu sewaktu Pendidikan Profesi Calon Hakim (PPC) Terpadu, beliau juga selalu memberikan contoh kongkrit inovasi yang telah diterapkan di Peradilan Agama.


Selengkapnya KLIK DISINI

RESPON MA DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID-19

Ditulis oleh : Ubed Bagus Razali, S.H.I.

(Hakim Pengadilan Agama Selatpanjang )

Sejak pertama kali penyakit corona virus disease 19 (covid-19) yang merupakan varian baru dari penyakit severe acute respiratory syndrome (SARS) diumumkan keberadaannya di Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 yang lalu, Mahkamah Agung (MA) langsung bergerak cepat. Bahkan, sebelum pandemi covid-19 ini ditetapkan sebagai bencana nasional oleh Pemerintah pada tanggal 13 April 2020, MA telah terlebih dahulu menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan MA dan Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya pada tanggal 23 Maret 2020 yang lalu.

Terbitnya SEMA Nomor Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan MA dan Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya tersebut menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa MA bersama dengan 4 (empat) lingkungan peradilan di bawahnya berupaya untuk dapat terus eksis memberikan pelayanan hukum secara prima kepada masyarakat pencari keadilan di seluruh Indonesia.

Meskipun sampai saat ini pandemi covid-19 masih berlangsung, dan seluruh negara di belahan dunia, termasuk Indonesia, juga masih terus berjuang menghadapi wabah global ini, namun hal terbut tidak lantas membuat MA bersama dengan 4 (empat) badan peradilan yang berada di bawahnya berhenti melakukan pelayanan hukum kepada masyarakat. Justru pandemi covid-19 ini telah disikapi secara cepat, tepat, dan bijak oleh MA.

Meskipun hampir seluruh sektor kehidupan terkena dampak dari covid-19 ini, termasuk MA sebagai institusi penegak hukum yang diberikan kewenangan oleh Undang-undang Dasar (UUD) Tahun 1945 untuk memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Sampai dengan bulan Oktober 2020 ini sudah 481 orang aparatur peradilan yang terkonfirmasi covid-19. Dari 481 orang aparatur peradilan itu 106 orang diantaranya telah dinyatakan sembuh, 270 orang lainnya masih melakukan isolasi mandiri, 97 orang lainnya juga masih menjalani perawatan medis, dan 8 orang lainnya meninggal dunia.

Meski demikian, MA terus berupaya untuk menjaga amanah yang diberikan oleh UUD 1945 dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat pencari keadilan dengan tetap mengikuti anjuran Pemerintah pada masa new normal ini. Selain menerbitkan SEMA Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan MA dan Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya, MA juga menerbitkan SEMA Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas SEMA Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengaturan Jam Kerja Dalam Tatanan Normal Baru Pada MA dan Badan Peradilan di Bawahnya Untuk Wilayah Jabodetabek dan Wilayah Dengan Status Zona Merah Covid-19 dan Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung (SE SEKMA) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juklak SEMA Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas SEMA Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengaturan Jam Kerja Dalam Tatanan Normal Baru Pada MA dan Badan Peradilan di Bawahnya Untuk Wilayah Jabodetabek dan Wilayah Dengan Zona Merah sebagai respon yang cepat, tepat dan bijak dalam menghadapi pandemi covid-19 di masa new normal ini.

Upaya MA dalam menghadapi pandemi covid-19 tersebut juga diiringi dengan berbagai kebijakan, mulai dari penyesuaian jam kerja melalui work from home (WFH) dan work from office (WFO), penyesuaian anggaran, hingga melakukan terobosan hukum acara dengan cara melakukan persidangan secara elektronik (e-litigasi) sebagaimana yang telah diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik untuk perkara perdata, perdata agama, tata usaha negara, dan tata usaha militer, serta Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik untuk perkara pidana, pidana militer, dan jinayat.

Penerapan serta terobosan di dalam hukum acara itu tentu saja bukan merupakan respon reaktif sesaat terhadap situasi pandemi covid-19 ini, tetapi untuk menunjukkan kesiapan MA dalam menghadapi tantangan era globalisasi pada masa yang akan datang. Sehingga, visi dan misi MA dalam mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung dapat tercapai.

***************************************************************************

Menyibak Eksistensi Peradilan Agama*

Oleh : Iman Herlambang Syafruddin
(Hakim Pengadilan Agama Pangkalan Balai)

“Mari kita buktikan kementerian agama ini bukan hanya kementerian titik [tanda baca], tapi kementerian semua agama...Tidak boleh ada perbedaan, tidak boleh ada diskriminasi bagi semua agama di Indonesia,”

Penggalan kalimat di atas adalah penegasan komitmen Yaqut Cholil Qoumas yang disampaikan sesaat setelah menjabat Menteri Agama yang baru menggantikan Fachrul Razi. Ketua Umum GP Ansor ini ingin, mengembalikan fungsi agama sebagaimana mestinya, yakni agama sebagai sumber kedamaian yang memiliki sifat mendamaikan setiap konflik yang ada. Dengan tegas ia menolak agama sebagai sumber konflik, maupun perpecahan.

Terkait hal di atas, tentu kita ingat pada tahun 2020 bagaimana Undang-Undang Peradilan Agama digugat oleh seorang mahasiswa bernama Theresia Indriani Niangtyasgayatri ke Mahkamah Konstitusi karena persoalan kewenangan absolut Pengadilan Agama yang hanya memeriksa dan mengadili perkara-perkara  masyarakat pencari keadilan yang beragama Islam. Menurutnya, hal tersebut merupakan diskriminasi agama yang di mana masyarakat Indonesia berhak memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya.


Selengkapnya KLIK DISINI


Click to listen highlighted text! Powered By GSpeech